Lompat ke isi utama

Berita

“Pengaruh Isu Stategis Efisiensi Anggaran Dalam Kebijakan Pemerintah Daerah" Catatan: Sarmin (Ketua Bawaslu Kota Baubau Periode 2023 – 2028)

Ketua Bawaslu Kota Baubau

Sarmin, S.Pd (Ketua Bawaslu Kota Baubau Periode 2023 - 2028)

Isu-isu kebijakan publik merupakan bagian dari tahapan proses kebijakan yang sangat penting. Pemilihan isu yang tepat diantara isu-isu yang ada akan sangat menentukan atau dapat menjadi pengungkit (leverage) penyelesaian permasalahan publik yang bersifat komplek dan memerlukan penyelesaian secara sistemik. Terdapat beberapa dimensi untuk memilah isu-isu kebijakan strategis yaitu ; isu-isu tentang substansi kebijakan dan isu-isu tentang proses kebijakan; keduanya dapat menjadi isu strategis ketika dikaji berdasarkan substansi kebijakan, aktor, sumberdaya, spesifikasi situasi, dan kewenangan aktor untuk menetapkan isu strategis menjadi agenda kebijakan. Salah satu pendekatan penting dalam menganalisis isu-isu kebijakan publik adalah policy deliberative approach, sebuah pendekatan yang mengedepankan dialog antar pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan kepastian tentang isu kebijakan yang bersifat strategis.

Khususnya di Indonesia, isu-isu kebijakan publik bersifat multidimensional. Hal ini dapat dipahami karena wilayahnya yang luas, jumlah penduduknya besar, masyarakatnya multikultural, masih terjadi ketimpangan tingkat kesejahteraan, iklim demokrasi sedang tumbuh dan berkembang, dan masih banyak lagi spesifikasi lainnya. Konsekuensi dari kondisi yang demikian, tantangan adanya isu-isu kebijakan publik juga bersifat komplek. Kepentingan pemerintah ataupun masyarakat yang beragam menjadikan beragam pula isu-isu kebijakan, menyangkut isu-isu politik, administrasi, ekonomi, sosial, kultural, ataupun isu-isu lainnya. Secara umum, isu-isu tersebut dapat dipilah menjadi dua bagian; pertama, isu-isu substansi kebijakan (policy substantive), yang saat ini sedang actual, kedua, isu-isu proses kebijakan (policy process), secara sistemik isu-isu ini dapat dijadikan dasar untuk penyusunan tahap-tahap: agenda-setting, policy formulation, decision making, implementation, and evaluation. Antar tahapan satu dengan tahapan lainnya bersifat sekuensial demikian seterusnya akan memunculkan isu-isu berikutnya. Isu-isu yang telah ada ataupun isu-isu strategis merupakan keniscayaan karena keberadaan kebijakan publik tidak dapat dipisahkan dengan lingkungannya. Kajian klasik dari David Easton (1957) mengungkapkan bahwa: environment includes social, economic and political influences on inputs, system variables, policy outputs and policy outcomes.

Kebijakan startegis adalah merupakan falsafah dalam tindakan, karena itu sebelum kebijakan diformulasikan perlu benar-benar mamahami keinginan dan kebutuhan masyarakat, menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial ataupun bidang-bidang lainnya. Hal ini dimaksudkan agar tindakan pemerintah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, dengan bahasa lain pemerintah benar -benar hadir dalam setiap persoalan masyarakat dan sekaligus memberikan solusinya. Ia juga merupakan proses berpikir kritis dan menghargai rasionalitas dan nilai-nilai yang ada pada birokrasi maupun nilai-nilai yang ada di tengah-tengah masyarakat; karena itu dalam menggali dan merumuskan isu-isu kebijakan seyogyanya berbasis pada akurasi data dan secara kualitatif memang benar-benar merupakan persoalan yang dihadapi kelompok ataupun masyarakat. Sumberdaya utama administrasi dan kebijakan adalah manusia, hal ini mengingatkan bahwa aspek perilaku, kerjasama, kebijakan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan adalah merupakan hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam menetapkan isu-isu kebijakan publik. Penerapan nilai-nilai rasionalitas sebuah kebijakan menyangkut hubungan sosial, karena itu dalam mengkaji isu-isu kebijakan seringkali dijumpai adanya perdebatan antar kelompok kepentingan; hal ini memerlukan titik temu untuk mencari persamaan dan kebersamaan dalam memecahkan permasalahan. Di samping itu, perhatian administrasi dan kebijakan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai etika; karena itu nilai-nilai demokrasi, efektifitas dan efisiensi, persamaan dan keadilan adalah merupakan landasan penting dalam menetapkan isu-isu kebijakan.

Relevan dengan pemahaman di atas, Moran and Rein (2006) menyitir pendapat William Jenkins bahwa: “public policy as a set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where those decisions should, in principle, be within the power of those actors to achieve”.

Pendapat ini menegaskan bahwa menggali, merumuskan, dan menetapkan isu-isu kebijakan haruslah berkaitan dengan seperangkat keputusan/kebijakan, melibatkan aktor politik ataupun aktor-aktor kelompok untuk memilih tujuan terbaik diantara pilihan tujuan yang ada, terkait dengan spesifikasi waktu atau situasi tertentu, dan adanya kewenangan dari aktor untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman ini seringkali juga disebut dengan unsur-unsur kebijakan publik. Jika kita mencermati isu-isu strategis yang ada pada saat ini, misalnya tentang Kebijakan Efisiensi anggaran; untuk menilai apakah isu ini telah terakomodasikan dalam policy problem, agenda setting, policy formulation, atau bahkan policy evaluation maka dapat dianalisis dari apakah kebijakan yang ditetapkan pemerintah telah tepat sasaran untuk meminimalisasi pengguanaa anggaran negara secara efisien, sehingga butuh pengelolaan anggaran APBN atau APBD dengan prioritas terhadap kegiatan yang terkait ketubuhan masyarakat. Serangkaian kebijakan ini sejauh mana pemerintah daerah mengendalikan pengelolan anggaran daerah dengan baik dan prodktif dengan bertumpuh pada kepentingan rakyat.

Kebijakan efisiensi anggaran telah menjadi sorotan utama dalam kebijakan pemerintahan di Indonesia, terutama setelah pelantikan Presiden Prabowo Subianto. Ketika daerah-dekat menghadapi tantangan fiskal yang semakin ketat, kebijakan efisiensi anggaran dipandang sebagai langkah strategis untuk memastikan bahwa sumber daya yang terbatas dapat digunakan secara optimal. Namun, dalam implementasinya, kebijakan ini memiliki dampak signifikan terhadap kinerja pembangunan daerah, yang semakin rumit dengan tuntutan menjalankan kebijakan nasional dan memenuhi janji-janji visi misi yang diusung pada saat pilkada.

Pada dasarnya, pemerintah daerah menghadapi dilema dalam mengelola anggaran. Di satu sisi, mereka harus mendukung pembangunan yang sesuai dengan kebijakan pusat, yang melibatkan berbagai sektor seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sosial. Di sisi lain, mereka juga dihadapkan pada keterbatasan fiskal yang mempengaruhi kemampuan untuk menjalankan program-program lokal yang penting. Dalam konteks ini, kebijakan efisiensi anggaran menjadi instrumen penting, namun dapat memberikan dampak yang kompleks terhadap pembangunan daerah.

Efisiensi anggaran, yang secara garis besar bertujuan untuk meminimalkan pemborosan dan memaksimalkan penggunaan sumber daya, sering kali berisiko memperlambat kemajuan pembangunan daerah. Misalnya, kebijakan pengurangan anggaran dalam beberapa sektor vital, seperti infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi lokal, dapat menghambat capaian pembangunan jangka panjang. Salah satu contoh konkret adalah pembatasan anggaran pada sektor infrastruktur yang krusial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Tanpa infrastruktur yang memadai, potensi ekonomi daerah akan terhambat, dan ketergantungan pada sektor lain, seperti perdagangan dan pariwisata, akan semakin terbatas.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryadarma (2022) menyatakan bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan dengan cara pemotongan anggaran secara drastis dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik di daerah. Ketika anggaran dipotong, pemerintah daerah sering kali terpaksa mengurangi kualitas atau cakupan program-program yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini menjadi tantangan besar, mengingat bahwa sektor-sektor tersebut menjadi pondasi utama dalam pembangunan daerah yang inklusif dan berkelanjutan.

Tentu saja, efisiensi anggaran juga dapat membawa dampak positif jika diimplementasikan dengan bijak. Pemotongan yang tidak merugikan sektor-sektor strategis dan alokasi dana yang lebih efektif dapat meningkatkan kualitas belanja pemerintah daerah. Menurut analisis yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2023, efisiensi anggaran yang diterapkan dalam program prioritas, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, dapat meningkatkan daya saing dan kualitas pembangunan daerah dalam jangka panjang. Namun, kesuksesan efisiensi ini sangat bergantung pada kemampuan pemimpin daerah dalam merumuskan kebijakan anggaran yang tepat dan memperhitungkan prioritas jangka panjang.

Tantangan utama dalam hal efisiensi anggaran di daerah adalah keragaman kondisi fiskal dan masalah yang dihadapi oleh tiap daerah. Ada daerah yang memiliki potensi fiskal lebih besar karena ketersediaan sumber daya alam, sementara daerah lain menghadapi kendala dalam hal pendapatan asli daerah (PAD) yang terbatas. Penelitian oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Indonesia pada 2021 menunjukkan bahwa terdapat disparitas yang signifikan dalam kapasitas fiskal antar daerah, yang memengaruhi kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan pembangunan. Di daerah yang memiliki PAD rendah, efisiensi anggaran yang diterapkan dengan cara pemotongan anggaran bisa berdampak langsung pada kualitas layanan publik dan program pembangunan.

Selain itu, pemerintah daerah juga terpaksa menghadapi tekanan untuk memenuhi janji-janji visi dan misi yang disampaikan selama pilkada. Tuntutan tersebut sering kali berpotensi bertentangan dengan kebijakan efisiensi anggaran, yang mendorong pemangkasan belanja. Dalam kondisi ini, pemimpin daerah seringkali terjebak dalam dilema untuk menjaga keseimbangan antara memenuhi janji politik dan memastikan bahwa anggaran digunakan secara efisien. Sebagai contoh, pembangunan proyek-proyek infrastruktur besar yang dijanjikan selama kampanye pilkada mungkin terhambat oleh kebijakan pemotongan anggaran yang diterapkan pada level pusat. Jika kebijakan ini tidak dikelola dengan bijak, maka akan muncul ketegangan antara kebutuhan politik dan ekonomi yang berdampak pada kinerja pembangunan daerah.

Solusi untuk permasalahan ini tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Pemerintah pusat perlu mendukung daerah dengan memberikan fleksibilitas dalam alokasi anggaran yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah. Bappenas (2023) menyarankan agar pemerintah daerah diberi kewenangan lebih besar dalam mengelola anggaran, dengan tetap mengacu pada kebijakan nasional yang ada. Selain itu, pembentukan sistem monitoring dan evaluasi yang transparan dan akuntabel akan sangat membantu dalam memitigasi potensi penyalahgunaan anggaran dan memastikan bahwa efisiensi benar-benar memberikan manfaat pada pembangunan daerah.

Pentingnya penguatan kapasitas fiskal daerah juga perlu menjadi fokus utama. Dalam jangka panjang, pembangunan daerah yang efisien tidak hanya bergantung pada pengelolaan anggaran yang baik, tetapi juga pada peningkatan kemampuan daerah dalam mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah. Pengembangan sektor-sektor potensial yang sesuai dengan karakteristik daerah, seperti pariwisata, agribisnis, dan industri kreatif, dapat meningkatkan kapasitas fiskal daerah tanpa bergantung sepenuhnya pada anggaran pemerintah pusat.

Pada akhirnya, efisiensi anggaran yang diterapkan dalam kerangka kebijakan yang tepat dan seimbang, dengan mempertimbangkan kondisi fiskal daerah serta menjaga komitmen terhadap janji-janji politik, dapat membawa dampak positif terhadap pembangunan daerah. Untuk itu, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan kebijakan anggaran yang berbasis pada prioritas pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan akan menjadi kunci keberhasilan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh Indonesia.

Efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Pemerintah Presiden Prabowo Subianto harus memperhatikan kompleksitas kebutuhan pembangunan daerah, potensi fiskal, dan komitmen politik yang ada. Dalam implementasinya, pengelolaan anggaran harus dilakukan secara selektif dan transparan untuk menghindari dampak negatif pada sektor-sektor yang esensial bagi kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah juga perlu diberikan ruang untuk merumuskan kebijakan yang lebih fleksibel dalam pengelolaan anggaran, sementara pengawasan yang ketat harus dilakukan untuk memastikan penggunaan anggaran yang tepat sasaran. Hanya dengan cara ini, efisiensi anggaran akan membawa dampak positif yang maksimal bagi pembangunan daerah di Indonesia.

WASSALAM.

Penulis : Sarmin,S.Pd

Foto dan Editor : La Ode Asmanang, S.I.Kom